Breaking News
Loading...

Soe Hok Gie, 'Dokter Cinta' yang Gagal dalam Asmara

00:25
Bagi teman-teman wanitanya di Fakultas Sastra Universitas Indonesia, Soe Hok Gie dianggap sebagai 'dokter cinta'. Luki Sutrisno Bekti seperti dikutip dari buku, Soe Hok Gie, Sekali Lagi: Buku, Pesta dan Cinta di Alam Bangsanya, melukiskan sosok Gie sebagai orang yang menyenangkan dan sangat perhatian.

Gie sering menjadi tempat curhat bagi teman-temannya. Bagai seorang dokter yang buka praktik, orang harus bikin janji dulu jika ingin bicara serius dengan dia. Pria kurus cungkring bermata sipit ini ternyata selain piawai di kancah politik dan sastra budaya, ia juga dikenal sangat humanis. Kepeduliannya yang tinggi membuatnya punya banyak teman.

“Kadang saya berpikir bagaimana Hok Gie bisa membagi waktu dan perhatiannya buat begitu banyak permasalahan, politik, sosial, budaya dan terutama untuk begitu banyak orang. Dan setiap orang merasa menerima perhatian yang besar dari Hok-Gie,” kata Luki yang sudah akrab dengan Hok Gie sejak 1967-1969.



Selain curhat, Hok Gie juga biasanya dicari karena pandai dan tidak pelit membagi ilmu. Bagi temannya ia bagaikan ensiklopedi berjalan, tempat bertanya banyak hal mulai dari mata kuliah, sejarah, sastra, hingga persoalan cinta.

Wanita yang dekat dengan Soe Hok-Gie lainnya, Yayuk Surtiati juga memberikan kesaksian dalam buku yang sama. Bagi Yayuk, yang kini menjadi professor di FS UI (kini jadi FIB), Gie adalah sosok senior yang bersedia menjadi mentor dan juga mengajarkan banyak hal.

Yayuk termasuk salah satu yang sering curhat pada Hok-Gie tentang pacarnya, padahal dia sendiri tak punya pacar. Kala itu, pria yang banyak membaca dan sering diejek dengan julukan 'China kecil' itu mengaku dirinya sebagai pria berhati batu.

Karena curhat justru pada Soe HokGie yang tak punya pacar, seorang temannya malah menyeletuk. “Tanya masalah cinta kok ke Soe Hok-Gie. Itu sih sama saja dengan bertanya ke dengkul,” kisah Yayuk.

Dalam banyak aspek kehidupannya, Soe Hok Gie memang bisa sangat percaya diri dan dewasa, tapi beda halnya ketika bicara soal asmara.

John Maxwell dalam penelitiannya untuk disertasi doctoral di Australian National University juga pernah secara khusus menyoroti hubungan Soe Hok Gie dengan teman wanitanya.


“Kondisi emosi Soe Hok Gie dinodai oleh ambiguitas dan kebingungan selama berbulan-bulan ini ketika ia berjuang mengatasi perasaannya terhadap ketiga gadis yang telah menjadi bagian penting dari kehidupannya,” ujar Maxwell seperti dikutip Rudy Badil.

“Di usianya yang ke 26 ia hanya bisa merasa iri kepada teman-temannya yang sudah menikah atau sudah mempunyai kekasih,” kutip Rudy.

Tepat sehari menjelang usianya ke 27 tahun, Soe Hok Gie menitipkan sejumlah batu dan daun cemara ke teman-teman wanitanya di Fakultas Sastra Universitas Indonesia.


“Nih gue titip ya, ambil dan bawa pulang batu Semeru , batu dari tanah tertinggi di Jawa. Simpan dan berikan ke cewek-cewek,” kata Gie waktu itu, Selasa Pon 16 Desember 1969.
 
Toggle Footer